Who do you think you are, running round leaving scars, collecting your jar of heart... Panggilan dari nomor pribadi. Dering handphone berhenti ketika tombol jawab ditekan.
"Hallo."
Hening. Tidak ada suara di ujung telfon sana.
"Hallo. Siapa?"
Tut tut tut. Panggilan terputus. Entah siapa yang menelfon. Dihubungi kembali pun tidak bisa karena tidak ada nomor yang tampil. Alfa nampak bingung. Jam menunjukkan pukul setengah lima. Ini masih terlalu pagi untuk menelfon seseorang apalagi dengan nomor tak diketahui. Apa mungkin cuma orang iseng yang ingin membangunkannya. Tapi siapa?
Tak lama kemudian handphonenya berdering lagi. Alfa langsung menekan tombol jawab. Tapi dia tidak menyapa duluan. Alfa hanya diam mencoba mendengar seseorang di ujung telfon sana. Tapi orang tersebut juga hanya diam. Dua menit berlalu hanya dalam diam. Sepertinya Alfa sudah mulai kesal.
"Hei. Kalo cuma mau diem, mending dimatiin aja. Kau tau ini jam berapa? Jangan bikin orang kesel pagi-pagi gini. Pake private number pula. Kau ini siapa?"
"Maaf." Suaranya begitu pelan dan nyaris tak terdengar.
Tapi Alfa mendengarnya. Suara wanita. Dia mencoba berfikir dan mengingat-ingat itu suara siapa. Kemudian Alfa menyadari siapa wanita yang menelfonnya sepagi ini. Dia tampak kaget dan bingung kenapa wanita yang sudah lama tak bertemu dan berkomunikasi dengannya, hari ini menghubunginya lagi. Sekilas kenangan terlintas di benaknya. Seorang wanita yang pernah lama mengisi hatinya.
"Kamu? Kenapa? Ada apa menghubungi lagi?" Suaranya sedikit terbata. Alfa masih tak menyangka dan bingung harus bicara apa dan bersikap bagaimana.
"Ternyata kamu masih kenal." Wanita itu bicara dengan suara yang lebih jelas daripada sebelumnya. "Aku.... aku cuma mau bilang" dia berhenti sejenak, nampak ragu ingin mengatakan sesuatu. Kemudian kembali hening.
"Halo? Kamu mau bilang apa?" Alfa semakin bingung.
"Aku... aku akan menikah. Hari ini."
Alfa nampak sangat tak menyangka. Setelah hampir satu tahun tidak saling berhubungan lagi, ternyata hari ini dia langsung mendapat kabar seperti ini. Dia bingung harus ikut senang atau bagaimana.
"Oh." Hanya itu respon pertama yang dikatakan Alfa. Hening sejenak. Kemudian dia segera meralatnya. "Eh, maaf. Selamat. Aku juga ikut berbahagia. Akhirnya kamu telah menemukan pasangan hidupmu. Semoga lancar akadnya hari ini. Dan bisa jadi keluarga Sakinah, Mawaddah, Rahmah." Alfa mengucapkan selamat dengan tulus.
"Aamiin. Makasih. Maaf buat yang dulu. Terima kasih juga atas waktunya."
"Sudahlah gak perlu minta maaf dan terima kasih. Semua udah berlalu. Lihat saja yang ada di hadapanmu sekarang. Dia pasti pria yang baik, calon imam yang tepat buatmu."
"Oh ya, boleh dia bicara padamu?"
Alfa jadi bingung lagi. Apa yang akan dikatakan oleh calon suami mantan kekasihnya. Apa dia mau marah-marah dengan Alfa. Belum sempat dia menjawab, suara di ujung telfon sana sudah berubah.
"Halo. Kenalin aku Syarif. Sorry udah ganggu pagi-pagi gini." Suaranya tenang dan berwibawa. "Aku sudah denger cerita tentangmu. Kau sangat baik. Aku yang meminta dia menelfonmu pagi ini. Bukan maksud apa-apa, cuma minta doanya. Dan aku juga penasaran mau kenal dengan seseorang yang pernah deket dengan dia. Andai kau juga di kota ini, dia pasti sangat senang kalo kau hadir. Mohon doanya aja semoga lancar ijabnya hari ini."
"Oh, ya. Aamiin. Insya Allah lancar semuanya. Maaf aku jauh, jadi gak bisa hadir."
"Makasih. Kami pamit. Salam kenal. Semoga kau juga segera menyusul."
"Haha. Ya sudah. Salam kenal."
Tut tut tut. Panggilan pun ditutup. Alfa masih nampak tersenyum bahagia. Tak menyangka ternyata seorang wanita yang pernah mengisi hatinya telah menemukan pasangan dan hari ini akan menikah. Bukan dengannya. Tapi dia tak merasa sedih, iri, atau sakit hati. Wanita itu telah menemukan pria yang baik. Entahlah, walaupun baru kali ini kenal dan hanya melalui telfon, tapi dia merasa pria itu benar-benar orang yang baik.
Alfa tersenyum lagi mengenang kejadian hampir setahun yang lalu saat terakhir kali komunikasi dengan wanitanya. Saat wanita itu memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang dia anggap tidak jelas. Saat itu Alfa memang belum tahu akan dibawa kemana hubungan mereka karena dia merasa belum siap untuk ke arah lebih serius. Jadi dengan ikhlas dia menerima keputusannya. Dan sejak saat itu Alfa tidak pernah komunikasi dan bertemu wanita tersebut.
Saat itu Alfa memang merasakan sakit. Tapi seiring berjalannya waktu, dia berhasil melupakan. Luka itu sembuh dengan sendirinya. Mungkin begitu juga dengan luka wanita itu. Hingga akhirnya ada pria lain yang lebih baik yang meminangnya duluan. Dia pantas mendapatkannya. Dia pantas bahagia.
Meski seberapa lamapun dahulu Alfa bersama dengan wanita itu, tapi takdir berkata lain. Waktu yang pernah dilalui bersama, selesai sudah. Mungkin ini akan menjadi komunikasi terakhir dengannya. Begitulah yang ada di benak Alfa sekarang. Mungkin seharusnya dia mulai memikirkan hal serius itu juga. Menikah.
Azan Shubuh berkumandang. Alfa segera bangkit dari tempat tidur, mengambil wudhu dan berangkat ke masjid.
-Selesai-
Nb: Masih bingung mau bikin judul apa. Rasanya judul itu masih belum pas, tapi belum kepikiran juga judul lainnya.
Meski seberapa lamapun dahulu Alfa bersama dengan wanita itu, tapi takdir berkata lain. Waktu yang pernah dilalui bersama, selesai sudah. Mungkin ini akan menjadi komunikasi terakhir dengannya. Begitulah yang ada di benak Alfa sekarang. Mungkin seharusnya dia mulai memikirkan hal serius itu juga. Menikah.
Azan Shubuh berkumandang. Alfa segera bangkit dari tempat tidur, mengambil wudhu dan berangkat ke masjid.
-Selesai-
Nb: Masih bingung mau bikin judul apa. Rasanya judul itu masih belum pas, tapi belum kepikiran juga judul lainnya.
No comments:
Post a Comment