23 July 2018

Kepingan Puzzle

Dia membuatku seperti bermain puzzle. Entah kenapa aku mengumpulkan setiap kepingan puzzle yang dia buat. Mencoba merangkainya perlahan sambil menduga-duga ini tentang apa dan siapa. Sekaligus sedikit mengharap mungkin ini tentangku? Beberapa kepingan yang kususun terkadang membuatku ragu. Tapi kemudian setelah kutemukan kepingan-kepingan baru, keyakinan itu kembali muncul.

Dan kini kepingan-kepingan puzzle itu mulai terlihat bentuknya. Dan dia melengkapi salah satunya. Selama ini aku mencoba menyusunnya sendiri. Baru saja aku putus asa dan ingin berhenti. Kutemukan kepingan puzzle yang membuatku berpikir puzzle ini bukan tentangku lagi. Tidak.

02 July 2018

Cerpen : Kata yang Tak Terucap (2)

Pagi ini di sekolah, Rubik sudah menyambutku di depan gerbang. Entah sudah berapa lama dia menungguku di sini. Dia langsung menagih bukunya ketika aku datang.

"Selamat pagi." Sapanya dengan senyum yang merekah. "Eh, matamu sembab. Kenapa?" Dia bertanya dengan wajah khawatir.
"Tidak apa-apa." Jelasku dengan senyuman agar ia tak mencemaskanku.

Rubik segera membuka buku dan membaca tulisanku.

"Apa kamu menangis karena mengingat kejadian yang dulu saat menulis ini? Maafkan aku sudah menanyakannya sehingga membuatmu sedih." Ia menulisnya di buku.
"Tidak apa-apa. Aku tidak sedih karena hilangnya suaraku. Masih beruntung bukan nyawaku. Karena sedikit terkenang masa lalu, jadi aku terbawa suasana saja. Jadi berpikir bagaimana kalau aku benar-benar pergi." Aku membalas di bawah tulisannya.

Rubik balas menulis, "Bersyukur Yang Maha Kuasa masih memberikanmu waktu menikmati kebersamaan bersama keluargamu dan orang-orang yang menyayangimu."
"Iya. Hanya saja, setelah kupikir-pikir semalam, aku jadi membenci pelangi."
"Kenapa?"

01 July 2018

Cerpen : Kata yang Tak Terucap

Perpustakaan adalah tempat favoritku di sekolah. Buku-buku adalah teman terbaikku. Banyak hal yang bisa diceritakannya padaku. Saat jam istirahat kebanyakan teman-teman buru-buru berlari ke kantin, tapi aku lebih memilih menghabiskan waktu di perpustakaan. Bapak petugas penjaga perpus pun sudah sangat ingat denganku karena terlalu seringnya aku kesini. Meja di sebelah kiri dekat jendela adalah tempat favoritku di perpus karena menghadap taman sekolah.

Siang ini perpus lebih ramai dari biasanya. Ada sekelompok siswa-siswi sepertinya sedang mengerjakan tugas kelompok. Untungnya meja favoritku tetap kosong. Hari ini Bu Yanti memberikan PR Matematika, pelajaran favoritku, yang lumayan banyak. Jadi sebelum pulang ke rumah, aku menyelesaikan PR dulu disini biar di rumah bisa belajar yang lain. Aku mengambil dua buku Matematika yang berbeda untuk membantu kalau ada soal yang susah yang tidak ada rumusnya di buku sekolahku.

Tak beberapa lama ada seorang cowok berkacamata membawa sebuah buku duduk di meja yang sama di ujung sisi yang berseberangan denganku. Kulirik sekilas,