13 June 2016

Puisi : Tawa Palsu

Banyak tawa, tapi terasa hampa
Nampak riang, tapi selalu kosong
Penuh canda, tapi tiada arti
Tawa itu terdengar palsu
Senyum tak mampu menutup pilu
Sepi, sunyi, sendiri
Selalu diam menyelimuti
Sendiri membunuh waktu
Tanpa kata yang mampu terucap
Tiada cerita pernah terungkap
Tawa hampa
Senyum semu
Canda tawa yang memenuhi hari
Lenyap sudah kala sendiri

04 June 2016

Cerpen Plot Twist : Takdir tak Berpihak

Pukul tujuh pagi. Suasana di Lapas nampak ramai karena akan diselenggarakan apel memperingati Hari Bhakti Pemasyarakatan atau Dirgahayu Pemasyarakatan yang diperingati setiap tanggal 27 April. Apel ini akan dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dan para pejabat dan pegawai dari beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan lainnya di sekitar kota, seperti Lapas, Rutan, Rupbasan, LPKA, dan Bapas.

Regu piket jaga semalam telah begadang dan tidak tidur untuk mempersiapkan semuanya. Nail, salah satu petugas jaga nampak sangat mengantuk dan lelah. Seharusnya ia bisa pulang selepas piket malam. Tapi pagi ini harus mengikuti apel terlebih dahulu. Nail berjalan keluar menuju kantin. Sepertinya ia membutuhkan secangkir kopi dan sarapan untuk mengembalikan tenaganya. Masih ada waktu tiga puluh menit sebelum gladi dan apel dimulai. Nail berjalan dengan gontai dan sesekali menguap.

Tiba-tiba Nail hampir menabrak seorang pegawai wanita dari UPT lain. Ia segera sedikit bergeser agar pegawai tersebut bisa lewat. Tapi ternyata wanita tersebut bergeser ke arah yang sama. Kejadian ini berulang tiga kali. Mereka pun berpandangan dan tertawa. Akhirnya Nail merapatkan diri ke dinding dan mempersilahkan si wanita lewat. Pegawai wanita itu pun tersenyum dan mengangguk pelan sebelum berjalan melewati Nail.

22 May 2016

Cerpen Fiksi : Pelangi & Rubik (5)

Dear Rubik, Sahabatku....
Aku kembali. Maafkan aku pergi terlalu lama. Apakah kau marah padaku? Bukan keinginanku, sungguh. Andai bisa, aku ingin datang setiap hari. Kau tau kan, aku bergantung pada hujan dan matahari. Dan ternyata mereka tak bersahabat dengan kita. Hingga delapan puluh delapan hari berlalu sejak pesanmu yang terakhir, aku baru bisa kembali. Lebih tepatnya seratus delapan puluh delapan hari sejak kedatanganku terakhir kali. Kuharap kau dapat mengerti.

Hemmm.... apa kau benar-benar merindukanku? Warna-warniku? Apa kau serius dengan semua yang telah kau katakan? Maafkan aku yang selama ini tak mengerti karena kau tak pernah terus terang. Kenapa kau baru berani bilang setelah aku menghilang? Atau kau hanya merasa kehilangan teman? Aku tak berani menebak-nebak perasaanmu padaku.

Sebenarnya jujur saja aku juga merindukanmu. Sangat. Tapi.... aku tak tahu rasa ini sekadar teman, sahabat, atau lebih, atau rasa yang lain yang tak kumengerti. Aku juga tak dapat menjelaskannya padamu. Aku takut salah mengartikan semuanya. Bantu aku.