18 June 2014

Cerpen : Istikharah Cinta

Cerpen | Cerita Pendek | Cerpen Islami |

Istikharah Cinta


Siang hari ba'da Zuhur, Syifa selesai mengikuti seminar tentang Khilafah oleh ustadz ternama dari ibukota di Masjid Al Ghozali di dekat kampusnya. Usai sholat Zuhur berjama'ah Syifa pun bersiap pulang. Kemudian di depan masjid seorang pria menyapanya.

"Assalammu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." Jawabnya dengan wajah bingung.
"Afwan, apakah ukhti putrinya almarhum ustadz Zainal?" Tanya pria itu.
"Iya. Akhi siapa ya?"
"Alhamdulillah bener. Syifa kan? Aku Arif teman SD-mu dulu. Tetanggamu dulu juga."

Syifa berpikir sejenak, mengingat-ingat ikhwan di depannya ini. Hingga akhirnya diapun mengenali Arif, tetangganya dahulu sebelum ia pindah. Saat Syifa baru masuk SMP, kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Semenjak itu akhirnya ia tinggal dengan paman dan bibinya di Pekanbaru.

"Wah Arif, apa kabar? Udah lama gak ketemu. Gak nyangka ketemu disini."
"Alhamdulillah baik. Kamu sekarang udah pindah ke Palembang lagi?"
"Iya, udah dari 3 tahun lalu ngekost karena aku kuliah di Unsri, FKIP."
"Ya ampun. Padahal satu universitas, tapi baru sekarang kita ketemu. Oh ya,  maaf gak bisa lama-lama. Aku ada rapat LDK. Fasilkom mau ngadain seminar Ilmu dan Agama. Kalo kamu ada waktu nanti boleh ikut. Waktunya nanti aku kabarin lagi. Assalammu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."

Merekapun berpisah setelah sebelumnya saling bertukar kontak.

Meski satu universitas, Syifa dan Arif jarang sekali bertemu. Hanya beberapa kali saat keduanya sedang mengikuti kajian atau seminar yang sama. Itupun tak banyak interaksi antara mereka. Hanya sapa seperlunya saja. Sebagai aktivis kampus, mereka paham aturan berinteraksi dengan lawan jenis dalam Islam.

Namun, dari pertemuan-pertemuan singkat itu, timbul pula suatu perasaan dalam hati Syifa.
Tapi ia hanya menyimpannya dan hanya diungkapkan dalam doa dan istikharahnya setiap malam. Kalau memang Arif adalah jodohnya, tentulah Allah akan menyatukan.

Hingga akhirnya Arif pun menyatakan kemantapan hatinya untuk mengkhitbah Syifa. Sore hari ba'da Ashar, Syifa mendapatkan pesan singkat dari Arif.

"Assalammu'alaikum ukhti. Bismillahirrahmanirrahim. Semenjak bertemu lagi dengan anti, ana menyimpan suatu perasaan. Berkali-kali ana istikharah memohon petunjuk Allah SWT. Dan Insya Allah inilah jawaban dari Allah, yaitu kemantapan hati ana untuk mengkhitbah anti. Ana ingin menemui wali anti jika anti mengijinkan. Jazakillah khairan."

Seketika Syifa sujud syukur setelah menerima pesan tersebut. Ia sangat terharu. Ternyata Allah juga memberikan perasaan yang sama kepada Arif. Syifa pun langsung menceritakan kabar ini kepada paman dan bibinya sekaligus menayakan pendapat mereka sebagai pengganti orang tuanya. Paman dan bibinya menyetujui saja apapun pilihan Syifa, keponakan yang telah mereka anggap anak sendiri. Mereka yakin Syifa mampu memutuskan yang terbaik baginya dan yang sesuai dengan agama.

Kemudian Syifa pun membalas pesan Arif.

"Wa'alaikumussalam. Bismillahirrahmanirrahim. Jazakallah. Silahkan akhi datang minggu depan. Insya Allah paman dan bibi akan datang kesini."

Sejak saat itu, Syifa terus sholat istikharah. Lebih meyakinkan lagi bahwa memang Arif lah yang telah Allah pilih untuk menjadi imamnya.

Meskipun Arif baru akan diwisuda akhir tahun ini, tetapi ia sudah menjadi Asdos di kampusnya sejak setahun lalu. Ia juga sudah beberapa kali menjual program-program buatannya. Begitu juga dengan Syifa, ia juga sudah memiliki pekerjaan sebagai guru les di bimbel dekat rumahnya.

Walaupun mereka berdua belum sama-sama mapan dalam hal materi, tapi mereka yakin syarat utama menikah bukanlah harta. Iman dan niat karena Allah lah yang meyakinkan mereka. Rezeki sudah diatur-Nya.

Seminggu kemudian, Syifa, paman, dan bibinya telah bersiap untuk menyambut kedatangan Arif beserta kedua orang tuanya. Wajah Syifa begitu merona. Tampak kebahagiaan sekaligus kegugupan di wajahnya. Hingga akhirnya tamu yang ditunggu-tunggupun telah tiba. Syifa hanya merunduk menyembunyikan wajahnya saat mendengar Arif menyampaikan maksud dan tujuannya datang kemari.

"Dengan nama Allah, saya bermaksud mengkhitbah keponakan Bapak dan Ibu. Insya Allah saya yakin Syifa adalah wanita yang tepat karena memiliki pemahaman agama yang baik. Insya Allah saya akan berusaha menjadi imam yang baik bagi Syifa dan keluarga saya kelak." Arif menjelaskan dengan sangat tenang.
"Alhamdulillah. Nak Arif ini masih muda, tetapi sudah berani untuk membangun rumah tangga. Jarang lelaki yang serius sperti Nak Arif ini. Bapak sangat senang, tetapi Bapak serahkan jawabannya kepada Syifa. Bagaimana Syifa, apakah kamu mau menerima pinangan pemuda berani di hadapan kamu ini?"

Airmata Syifa tampak tertahan di ujung matanya. Syifa berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawab pertanyaan tersebut.

"Bismillahirrahmanirrahim. Insya Allah Syifa menerima Arif."

Semuanya serentak mengucap Alhamdulillah mendengar jawaban Syifa. Airmata Syifa pun tak tertahan lagi. Syifa mneteskan air mata haru dan bahagianya. Jika Allah telah menggariskan jodohnya, tak peduli jarak memisahkan, tetap akan bersatu jua. Syifa dan Arif tak ingin ta'aruf terlalau lama. Setelah lulus kuliah, mereka sudah siap melangsungkan pernikahan.

No comments:

Post a Comment