10 June 2018

TB Tulang, My Sick My Adventure (Part 3 - End)

Kembali melanjutkan kisah lama. Udah lewat setahun, tapi ceritanya ga rampung-rampung. Mumpung kali ini niat nulis lagi ada. Berikut ini link sebelumnya:

Ujian Berat di Ruang ICU

Aku terbangun tersentak, selang yang masuk lewat mulut terasa menutup tenggorokan, membuatku sesak, susah untuk bernafas. Aku belum bisa menyesuaikan diri dengan alat bantu pernafasan yang terpasang. Badanku meronta tapi tangan kakiku gak bisa digerakkan. Aku masih setengah sadar, mataku belum benar-benar terbuka. Tapi aku bisa mendengar suara-suara dokter dan perawat yang menyuruhku tenang.

Dokter : Tenang, nafas kayak biasa. Nafas aja. Jangan ditelen selangnya.

Dengan kondisi masih setengah sadar, lemah, dan kesakitan, dalam hati mendadak emosi denger dokter yang masih sempatnya bercanda makan selang. Dalam hati rasanya teriak "Ya Allah gimana mau nafas, nyangkut di tenggorokan, sakit." Air mata mulai mengalir. Setelah beberapa lama, akhirnya aku mulai bisa menyesuaikan diri bernafas denan alat. Aku mulai tenang. Tapi tetap terasa sakit karena selang yang nyangkut di tenggorokan.

Saat kondisiku sudah mulai benar-benar sadar. Aku mulai bisa melihat kondisi ruangan. Pikiranku mulai menyebar kemana-mana. Berbagai pertanyaan muncul di benakku. Inikah ruang ICU? Mana ibu ayah? Apa aku jadi dioperasi? Aku kembali mengingat-ingat detik-detik terakhir sebelum operasi, kata-kata dokter anestesi. Kenapa aku tiba-tiba gak sadar? Bagaimana? Kapan dokter ngebius? Aku bener-bener gak ngeliat sama sekali. Yang kuinget hanya setelah kata-kata dokter itu, tiba-tiba aku langsung terbangun tersentak disini. Beneran sudah dioperasi? Kok gak ada rasa apa-apa? Kok gak ada sakit/perih? Kenapa kaki dan tanganku gak bisa diangkat? Apa masih lemah pengaruh bius? Hari apa ini? Jam berapa sekarang? Sudah berapa lama aku disini?

Setiap terbangun dari tidur, aku selalu kepikiran ini hari apa? Terdengar suara samar ngaji, mungkin dari mushola di sekitar. Membuat suasana seolah sebelum sholat Jumatan. Entahlah, aku selalu kepikiran ini hari junat siang. Benarkah aku sudah 3 hari disini? (Padahal mungkin suara radio ngaji itu karena ini bulan Ramadhan).

Setiap pagi, perawat membasuh badan dan mengganti popok. Saat itu aku baru sadar ternyata tangan dan kakiku diikat, pantes aja aku gak bisa ngangkat kaki dan tangan, bukan pengaruh bius ternyata.
Perawat : Ini iketannya dilepas, tapi jangan nyabut alat ya.

Tiba waktunya jam besuk, saat itu aku masih belum tau jam dan hari. Ada ibuk, ayah, mas, pakde, bude masuk sendiri-sendiri secara bergantian. Aku cuma bisa menatap mereka, belum sanggup bicara. Mungkin karena kondisi yang masih lemah, membuat suara yang keluar hanya bisik angin saja. Wajah-wajah mereka nampak letih, tapi juga berusaha nampak kuat di hadapanku untuk menguatkanku. Tak banyak kata-kata, hanya dzikir yang mereka bacakan untukku. Tapi sayangnya waktu besukan tak lama. Melepas ibuk keluar membuatku sangat sedih.

Satu atau dua hari setelah sadar, dokter melepas selang alat bantu pernafasan yang masuk lewat tenggorokan. Sakiiit. Benar-benar terasa sakit. Ya Allah cobaan apa lagi ini. Bahkan saat sudah dilepas tenggorokanku masih terasa sakit. Saat-saat seperti ini rasanya bener-bener gak sanggup. Tapi kemudian inget kata-kata ibuk dulu sebelum operasi. "Aku harus kuat, pasti kuat. Dzikir terus sama Allah. Gak boleh ngelamun"

Gak banyak yang bisa dilakukan. Aku cuma bisa menatap langit-langit ruangan. ngeliat perawat nyuntik obat atau morfin. Ngasih makan cairan mirip susu lewat selang yang masuk lewat hidung. Membosankan. Gak ada keluarga yang menemani. Suara ruangan benar-benar berisik oleh perawat yang hahahihi. Membuatku jadi sangat emosi. Dalam hati marah "Woy, gak mikir apa disini orang sakit, sekarat, butuh banyak istirahat. Kalian ketawa ngakak, ngoceh berisik". Astaghfirullahal'adzim. Tanganku mulai mengepal kesal. Kupejamkan mata. Istighfar berkali-kali. Inget pesan ibuk dulu lagi saat aku kesel karena berisik ngorok ayah. "Jangan dibawa emosi, jangan dibawa kesel. Istighfar terus. Astaghfirullahal'adzim."

Hari kesekian di ICU. Saat itu malem. Suasana sepi, perawat pada istarahat. Mungkin hanya ada 1 atau 2 dokter dan perawat. Mungkin gantian jaga. Ada suara lagu yang diputer mungkin dari hape. Mungkin supaya dokter/perawat yang jaga gak ngantuk. Tapi jelas itu justru mengganggu pasien. Saat itu semua rasa bercampur baur. Kesal, marah, sedih, lelah, rindu. "Ibuuuk.... ibuuukkk....". Aku menangis, berharap ibuk ada disini. Menemaniku sampai aku tertidur.

Aku benar-benar merasa ini ujian berat. Dan 2 minggu penantian jadwal operasi itu adalah waktuku untuk belajar.  Seolah saat ujian sekolah, apa yang pernah dipelajari kemarin muncul semua di soal ujian, jadi aku harus bisa menjawabnya. Semua yang pernah kurasakan disana, kurasakan kembali disini. Tapi disini aku sendiri. Gak ada nasehat ibuk, ayah, pakde, bude. Gak ada yang menguatkan. Aku sendiri, hanya mengenang-ngenang kembali setiap pesan-pesan yang dulu pernah mereka sampaikan untuk menguatkanku. Aku ingin keluar dari sini. Besok saat besukan harus kusampaikan ke ibuk. Aku sudah gak sanggup disini.

Aku masih merasa ngantuk. Entah semalam tertidur jam berapa. Aku menanti jam besukan. Aku gak mau ketiduran pas besukan. Dan tibalah jam besukan lagi. Aku cuma menunggu ibuk, bukan yang lain. Dan saat ibuk datang, tangisku langsung pecah. Melepaskan semua rinduku semalam.
Aku : "Buk, nak keluar dari sini." Lirih suaraku keluar.
Ibuk : "Apa nak?" Ternyata suaraku masih belum cukup jelas.
Kuulangi lagi dengan sekuat tenaga. Tapi tetap saja lirih bisikan angin saja.
Ibuk : "Iya. Nanti nunggu ijin dokter. Makanya dedek kuat, biar cepet sembuh. Bisa keluar dari sini. Balik ke kamar yang kemarin lagi."
Aku : "Nak keluar buuk. Hari ini. Cakmano kalo dak dibolehi dokter." Tangisku semakin menjadi.

Melihatku yang menangis, ibuk pun menanyakan ke dokter kapan aku bisa keluar. Dan Alhamdulillah kabar gembira yang sangaatt kunantikan. Aku bisa kembali ke ruang rawat. Hari ini Jumat sore. Ternyata aku sudah 3 hari disini. Dan sore ini bisa kembali bersama keluarga menemani di kamar rawat. Menunggu waktu sore terasa sangaaat lama.

Dan akhirnya perawat dari kamar menjemput membawa bed. Kembali terjadi kerepotan memindahkanku dari bed ICU ke bed kamar. Sepanjang perjalanan menuju kamar rasanya sangat senang melihat langit, pohon tanaman, sinar matahari. Tak henti-hentinya mengucap syukur. Aku sampai kembali ke kamar rawat ku dulu. Masih dengan selang makan di hidung, selang kateter, selang infus di bagian dada, dan bekas perban tusukan disana sini.

Setelah beberapa hari di kamar, barulah selang-selang itu dilepas. Beruntungnya ga sesakit saat melepas selang nafas. Mulai makan lewat mulut lagi, tapi tetap bentuk cairan diisep pake sedotan. Rasanya lumayan, kayak susu energen tapi lebih halus dan gak terlalu manis. Enak sih sehari dua hari. Tapi hari berikutnya mulai bosan. Lima kali sehari, sarapan, snack pagi, makan siang, snack sore, makan malam. Pengen makan yang laiiiinn. Tapi alhamdulillah sedikit-sedikit boleh makan yang lain juga.

Kondisiku sudah semakin membaik. Dokter nyuruh untuk mulai belajar duduk dan jalan. Setelah hampir sebulan cuma telebtang, saat pertama kalinya mencoba bangun dan duduk, dibantu ayah dan ibuk megangin ngangkat kepala dan badan dari belakang, pandanganku terasa goyang.
Dokter : Gimana rasanya?
Aku : Kliyengan.

Yah, gak bertahan lama, langsung dibaringkan lagi. Gak nyangka cuma buat bangun aja sampe keringetan dan berat. Badanku sudah terlalu lama tanpa gerak, harus sering dilatih lagi. Sampai akhirnya aku sudah bisa bertahan cukup lama saat duduk, sudah pernah latihan jalan juga di dalam ruangan dituntun ayah. Daaannn saatnya aku pulang. Alhamdulillah. Lebaran di rumah, gak di rumah sakit lagi.

Sampai di rumah aku masih banyak baring juga, belum bisa aktivitas banyak. Masih perlu bantuan untuk bangun dan urusan kamar mandi. Cutiku masih ada sekitar 2 bulan lagi pasca keluar rumah sakit. Alhamdulillah sampai cuti habis, aku sudah pulih. Walaupun tetap harus minum obat setiap hari, kontrol rutin sebulan sekali, dan menggunakan collar neck.
.
.
.
.
Sekarang sudah setahun berlalu, Alhamdulillah gak pernah ada keluhan-keluhan mengkhawatirkan. Semoga sudah benar-benar pulih dan gak akan sakit-sakit berbahaya lagi ke depannya. Ya Allah lindungilah keluarga kami, sehatkan selalu. Aamiin.

No comments:

Post a Comment